Akademisi ULM Soroti Gugatan Kedua Denny Indrayana Pasca PSU

Akademisi ULM Soroti Gugatan Kedua Denny Indrayana Pasca PSU

Editor : Almin Hatta

BANJARMASIN – Tingginya tensi (suhu) politik pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), sampai saat ini masih terasa. Buktinya, pasangan calon 02, Denny Indrayana – Difri, kembali mengencarkan serangan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan kembali mengusung  asumsi maraknya politik uang, hingga mempermasalahkan jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) di beberapa TPS, Denny Indrayana Cs kembali melayangkan gugatan ke MK.

Menariknya, bahkan anehnya, gugatan ini dinilai seorang pengamat politik sebagai deklarasi komitmen seorang pengemban suara rakyat. 

Namun, di sisi lain, akademisi FISIP ULM Banjarmasin, DR H Samahuddin Muharram MSi, menilai perkiraaan 50% gugatan Denny akan diterima di MK hanya sekadar asumsi.

“Sangat disayangkan sebenarnya komentar dari salah seorang pengamat politik yang intelek dan independen itu. Sebab, soal money politic yang diusung itu hanya berdasarkan asumsi semata, tidak berdasarkan data,” tegas dosen Ilmu Pemerintah FISIP ULM ini, saat ditemui Kamis (17/6) siang.

Menurut DR H Samahuddin Muharram MS, komentar mengenai praktik money politic harus berdasarkan data. Tidak hanya asumsi semata. 

“Dia berbicara money politic, tapi tidak berdasarkan data. Itu keliru, apalagi dia seorang akademisi,” tegasnya.

Adanya tuduhan dan asumsi-asumsi negatif tersebut, papar Samahuddin, justru dapat memancing suhu politik kian memanas. 

“Tim 01 bisa saja melakukan somasi, karena dia melakukan asumsi negatif, menuduh, dan fitnah,” ujar Koordinator Jaringan Demokrasi Indonesia (JADI) Kalsel ini.
“Harus diberikan warning kepada pengamat, jangan asal bunyi, asal komentar, tanpa pakai data,” sambungnya.

Ditanya soal kemungkinan keberhasilan gugatan Denny ke MK, Samahuddin mengatakan peluangnya sangat kecil. 

“Saya rasa kemungkinan gugatan diterima sangat tipis, dan seharusnya tidak ada gugatan lagi,” tandasnya.

Money politic, lanjut Samahuddin, bukan ranah MK. “Persoalan politik itu bukan ranah MK. Kalau kecurangan politik adalah ranah Bawaslu untuk menindaklanjuti,” ujarnya.

Samahuddin juga menyoroti maraknya spanduk-spanduk yang memuat ungkapan berbunyi ‘terima duitnya, jangan dicucuk urangnya’.

Menurut Samahuddin, ungkapan tersebut merupakan pendidikan politik yang buruk untuk masyarakat. 

“Hal-hal seperti itu merupakan pendidikan politik yang jahat. Mestinya, sebagai akademi, itu harus memberikan pendidikan politik yang cerdas,” tuturnya.
Samahuddin menyarankan, sebaiknya kata-kata di spanduk bertuliskan seperti ini, ‘Jangan terima duitnya tapi pilih berdasarkan hati nurani’.

Di akhir, Samahuddin merekomendasikan kepada Denny Indrayana pada kontestasi Pilkada mendatang, sebaiknya mendaftar menjadi Bawaslu saja.

“Dalam rangka apa yang menjadi cita-cita Denny, yakni ingin Pemilukada yang sesuai keinginannya, maka lebih baik tahun depan mendaftar jadi Bawaslu Kalsel saja,” tutupnya.[]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.