BUMI Saraba Kawa Tabalong banyak menyimpan potensi sejarah dan budaya yang bisa dijadikan Cagar Budaya. Diantaranya warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya. Warisan budaya tersebut perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama serta kebudayaan.
Mengakomodasi upaya pelestarian warisan budaya kebendaan tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tabalong melalui Bidang Kebudayaan, Seksi Cagar Budaya melakukan kegiataan pengkajian dan sidang untuk memberikan rekomendasi penetapan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) menjadi Cagar Budaya (CB) tingkat Kabupaten Tabalong, tanggal 20-24 November 2024 di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tabalong.
Adapun lima Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang disidangkan tersebut adalah Goa Batu Babi di Desa Randu, Kecamatan Muara Uya. Kemudian Makam Gusti Buasan di Desa Bongkang, Kecamatan Haruai dan Masjid Pusaka Nurul Iman di Desa Puaian Kanan, Kecamatan Tanta. Berikutnya Masjid Pusaka Banua Lawas di Desa Banua Lawas, Kecamatan Banua Lawas serta Masjid Assyuhada Desa Sungai Durian, Kecamatan Sungai Durian.
Menurut Kepala Seksi Cagar Budaya, Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tabalong, Yoeliansyah dalam pengkajian dan sidang untuk menyusun rekomendasi penetapan Cagar Budaya ini dilakukan Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Tabalong.
“Semua objek diduga cagar budaya tersebut sudah didaftarkan, tahap selanjutnya adalah pengkajian tim ahli cagar budaya untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan atau penghapusan cagar budaya” kata Yoeli.
Selain itu menurut Yoeli, Tim Ahli Cagar Budaya yang terdiri dari disiplin ilmu sejarah, budaya hingga arkeologi. Terdiri dari Mursalin, M.Pd, Hartatik, MS, Abdurrahman, M.Pd, Mansyur, M.Hum dan Rendra, S.Kom. Setelah sidang selesai, tim akan mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah untuk melakukan penetapan cagar budaya.
“Penetapan cagar budaya adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yakni provinsi dan kabupaten atau kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya,” paparnya.
Yoeli berharap agar semua cagar budaya baik yang sudah ditetapkan maupun yang masih berstatus ODCB tetap bisa dipelihara dan dilestarikan dengan baik dalam rangka implementasi dari Undang Undang Cagar Budaya no. 11 Tahun 2010.
Sementara itu menurut Ketua TACB Tabalong, Mursalin, dari hasil kajian dan sidang Tim Ahli Cagar Budaya lima Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) Goa Batu Babi, Makam Gusti Buasan, Masjid Pusaka Nurul Iman, Masjid Pusaka Banua Lawas serta Masjid Assyuhada Sungai Durian memenuhi syarat menjadi Cagar Budaya.
“Keseluruhan ODCB tersebut setelah dikaji dan disidangkan, memenuhi syarat untuk direkomendasikan menjadi Cagar Budaya Tingkat Kabupaten Tabalong,” ungkap Mursalin.
Tidak jauh berbeda dikemukakan anggota TACB Tabalong, Hartatik. Menurutnya, Kabupaten Tabalong kaya akan situs dan objek diduga cagar budaya yang berasal dari masa kolonial hingga masa revolusi fisik. Objek ini mempunyai nilai penting bagi sejarah, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan perkembangan agama, atau terbentuknya suatu wilayah.
“Penetapan sebagai Cagar Budaya sesuai UU No. 11 tahun 2010 bertujuan memberikan kekuatan hukum sehingga objek atau situs sehingga dapat dimanfaatkan generasi sekarang dan yang akan datang secara berkelanjutan” jelas Hartatik.
Bagaimana proses pendaftaran Cagar budaya cagar budaya? Menurut tim pendaftaran cagar budaya, Seksi Cagar Budaya, Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tabalong, Novie Wardana, potensi cagar budaya di Kabupaten Tabalong memang besar tetapi yang terkoordinir masih sedikit. Minimnya data tentang cagar budaya yang ada sehingga memerlukan partisipasi Tim TACB sehingga bisa digali dan didata untuk dijadikan cagar budaya yang tentunya bisa dimanfaatkan untuk kemajuan daerah.
Menurut Novie, sebelum proses rekomendasi penetapan, objek diduga cagar budaya yang ada sudah didaftarkan terlebih dahulu. Proses pendaftarannya dengan dua metode, yaitu manual dan daring. “Setidaknya ada tiga aspek dalam pendaftaran cagar budaya, yaitu pendaftar, tim pendaftaran dan objek yang didaftar. Pendaftar dapat berupa badan usaha berbadan hukum, masyarakat, kelompok orang, maupun perorangan.” ungkap Novie.
Kemudian tim pendaftaran adalah tim yang bertugas menerima dan mengolah data pendaftaran, yang dibentuk oleh kepala dinas yang membidangi kebudayaan. Sementara objek yang didaftar bisa berupa benda, bangunan, struktur, situs hingga satuan ruang geografis atau kawasan.