Cara Orang Banjar Ramalkan Kehidupan Perjodohan

Foto: Ilustrasi, Sumber: Google

Setiap orang tentu tak ingin sembarangan dalam memilih pasangan hidup. Hal tersebut bagi orang Banjar dinilai cukup penting. Buktinya, ada tradisi untuk menghitung kehidupan perjodohan.

 

Sebut saja Mushtafa. Ia nampak sudah yakin akan wanita pilihannya. Mushtafa pun bercerita pada ayahnya untuk meminta restu. Kebetulan, ayahnya cukup kuat memegang tradisi.

 

Ayahnya itu kemudian mengambil secarik kertas lengkap dengan pena. Mushtafa lantas diminta menyebutkan nama wanita pilihannya. Sang ayah pun mulai mencoret-coret kertas tersebut.

 

Seperti diungkapkan Alfani Daud. Sebelum peminangan, masyarakat Banjar biasanya melakukan perhitungan aksara nama calon jodohnya. “Caranya dengan menghitung sendiri atau bertanya kepada ahlinya, tentang baik tidaknya kalau dia kawin dengan orang yang dipilihnya itu,” katanya.

 

Menurutnya, hal ini dilakukan sebagai antisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Perhitungan aksara nama ini lazim dalam masyarakat Banjar disebut ”Babilangan”. Maksudnya ialah menghitung nilai huruf yang ada pada nama calon mempelai pria dan wanita yang akan dijodohkan. Penghitungan dilakukan berdasarkan nilai huruf Arab (Hija’iyah).

 

Salah satu cara menghitung yang diungkapkan Profesor Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari itu, kedua nilai angka calon suami isteri itu dijumlahkan, dan hasilnya dibagi tiga. Angka sisa meramalkan keadaan kehidupan (calon) suami isteri pada tahap permulaan.

 

Hasil penjumlahan tadi juga dibagi lima. Angka sisa meramalkan keadaan kehidupan mereka pada tahap pertengahan. Terakhir dibagi tujuh dan angka sisa akan meramalkan tahap akhir kehidupan mereka.

 

“Hasil ramalan dinyatakan dengan lambang-lambang tertentu yang menggambarkan keadaan suami isteri. Biasanya tidak ditanyakan lebih lanjut,” ujar Alfani Daud.

 

Sebagai contoh, nama Mushthafa dengan ‘Aisyah, jumlah dari nama Mushthafa adalah M (م)= 4 Th (ط)= 4, dan Fa (ف)= 10 maka jumlahnya adalah 18 (4+4+10=18), sedangkan Aisyah adalah ‘A (ع)= 3, A (ا) = 1, dan Sya (ش)=12, (3+1+12=16) maka jumlahnya adalah 16. Jika dijumlahkan nama keduanya adalah 18+16= 34. Caranya adalah 34:3 = sisanya adalah 1, maka keadaan suami pada tahap awal adalah satu dinyatakan sebagai “abu di atas tunggul”, yaitu suatu hubungan suami isteri yang sangat goyah atau rezekinya yang tidak menentu.

 

Kemudian 34:5, maka tersisa 4, Angka sisa empat yang dinyatakan sebagai “mantri suka” (mantri pejabat kesultanan), keadaan suami isteri yang kerjanya hanya suka-sukaan saja. Kemudian 34:7=, sisanya adalah 6, maka Angka sisa enam dinyatakan sebagai “raja ketunungan”, keadaan suami isteri yang pada akhir masa perkawinannya hidup melarat atau sengsara karena adanya musibah yang menimpa mereka.

 

 

A Manaf

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.