Syukur dan Sabar

unknown person sitting on the rock with open arms or hands up under the Milky Way at night celebrating or showing amazement for the moment

Oleh Almin Hatta

 

Banyak orang kaya tak henti-hentinya menambah hartanya yang sudah tak terhitung jumlahnya, sebaliknya tak sedikit orang miskin yang putus asa sehingga tak kunjung lepas dari derita.   

 

KH Mustofa Bisri bercerita tentang pasangan suami istri yang tak sepadan tapi sangat bahagia. Wajah si suami buruknya tak terkira, sementara isterinya cantik jelita bagaikan bulan purnama. 

Dikisahkan, suatu hari suaminya yang bertubuh pendek dan buruk rupa itu sedang santai bersama istrinya yang tinggi semampai cantik menawan. Hari itu, entah kenapa, si suami terus menerus memandangi istrinya sampai sekian lamanya. Maka, istrinya pun, dengan tersipu malu, bertanya.

“Kau ini kenapa, sih, kok dari tadi memandangi aku saja?”

“Kulihat wajahmu semakin hari kian bertambah cantik saja. Maka, semakin aku memandangmu, semakin bertambah rasa syukurku kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” jawab suaminya.

“Ya, dan kita berdua nanti akan sama-sama masuk surga,” timpal istrinya.

“Lho, dari mana kamu tahu?”

“Bukankah hamba yang bersyukur dan hamba yang bersabar akan masuk surga? Kau bersyukur karena mendapatkan istri yang cantik jelita. Sedangkan aku tetap bersabar meski mendapatkan suami yang buruk rupa,” ujar istrinya.

***

Sayangnya, cerita KH Mustofa yang sangat sederhana di atas jarang sekali ditemukan dalam kehidupan nyata. Kini tak sedikit lelaki yang telah beruntung mendapatkan istri cantik jelita, malah beristri lagi sampai dua tiga. Sebaliknya, banyak pula perempuan yang sudah berjodoh lelaki tampan dan bahkan kaya raya, justru masih sempat menyeleweng dengan lain pria.

Tak cuma persoalan rumah tangga yang amburadul begitu rupa. Masalah harta dunia pun tak kalah runyamnya. Banyak orang kaya yang tak henti-hentinya menambah hartanya padahal sudah tak terhitung lagi jumlahnya, sebaliknya tak sedikit orang miskin yang putus asa sehingga tak kunjung lepas dari derita.

Persoalannya, orang yang sudah kaya raya seringkali tak menyadari betapa sudah sedemikian banyak hartanya. Mereka selalu merasa kekayaannya belum apa-apa sebab masih banyak orang yang jauh lebih kaya dibanding dirinya, sehingga ia tak henti-hentinya mengais harta bahkan tak peduli dengan jalan riba.

Sebaliknya, orang yang terus-menerus dilanda kemiskinan kerap patah pengharapan menunggu rezeki yang tak kunjung datang, lalu mengambil jalan pintas mencuri milik orang. Atau malah putus asa, kemudian merampok lalu masuk penjara. Alhasil, deritanya semakin bertambah saja.

Mata manusia memang seringkali buta, sehingga tak melihat kecantikan istrinya. Lalu melirik lagi ke lain wanita yang sebenarnya biasa-biasa saja. Atau seorang istri melihat lelaki lain selalu saja lebih gagah ketimbang suaminya, sehingga tak segan-segan menyeleweng saat suaminya giat bekerja.

Kilauan harta pun sama saja, kerap membuat orang menjadi buta pula. Hartanya yang sudah setinggi bukit selalu saja dirasa masih sedikit. Celakanya, penggunaannya pun selalu diirit dan enggan berbagi dengan mereka yang sakit. Sementara mereka yang diuji dengan kesusahan pun seringkali tak sabar, lalu menempuh cara apa saja agar cepat jadi saudagar.

Padahal, semuanya sama saja. Tampan atau jelita, miskin atau kaya,  bukanlah jaminan bahagia. Intinya, selapang apa dada kita dalam menerima kenyataan yang ada. Yakni mensyukuri segala kelebihan dan bersabar atas segala kekurangan.***                

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.